TENGGARONG – Sungguh mengejutkan. Hasil temuan tim Koran Hitam Putih terkait dugaan Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar) melakukan money laundering yang dipublikasikan pada edisi 14 Tahun I, kini mendapatkan atensi dari berbagai pihak.
Kuat dugaan, ada oknum Pemkab Kukar yang merasa tidak tenang dan terancam tindakan praktik dugaan penyalahgunaan anggaran negara terkuak akibat pemberitaan tersebut.
Dalam artikel di Koran Hitam Putih berjudul “Pemkab Kukar Disinyalir Lakukan Money Laundering Rp 1,3 Triliun” yang terbit pada 10-20 Agustus 2014 lalu menyebutkan, Pemkab Kukar tidak memasukan dana royalti sektor pertambangan batu bara, minyak bumi dan kelapa sawit dari pemerintah pusat.
Berita tersebut menurut Koordinator Lembaga Penelitian dan Pelatihan Filosofia untuk Wilayah Kaltim, Ishak Budul, merupakan fakta awal indikasi praktik korupsi yang dilakukan oknum pejabat di Pemkab Kukar. “Kami memohon agar PPATK segera melakukan audit menyeluruh terkait transaksi keuangan dana royalty tersebut,” ujar Ishak.
Selain itu, dia ingin Koran Hitam Putih terus mengusut kasus tersebut hingga tuntas dan tidak berhenti sampai sejumlah pelaku yang diduga melanggar hukum ini diadili. Ishak juga meminta agar Hitam Putih melaporkan temuannya ke penegak anti rasuah, dalam hal ini Kejagung atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami ingin Koran Hitam Putih menindaklanjuti temuannya tentang dugaan Pemkab Kukar tidak memasukkan Dana Penerimaan Tambahan sebesar Rp 1,3 triliun dari pemerintah pusat dalam APBD tahun 2012. Karena hal itu, pendapatan tambahan sebesar Rp 1,3 triliun menjadi vakum atau tanpa ada kerja nyata di Badan Pembangunan Daerah (BPD) Kukar,” jelas Ishak.
Hany mengingatkan kembali, dari penelusuran tim Koran Hitam Putih pada tahun lalu menemukan adanya dugaan penyalahgunaan Dana Penerimaan Daerah Tahun Anggaran 2012. Dari temuan itu, kemudian tim mendalaminya.
Dari beberapa sumber yang ditemui Hitam Putih, semakin menguatkan indikasi penyalahgunaan anggaran yang dilakukan Pemkab Kukar.
Salah satu sumber yang dimintai keterangan adalah mantan anggota DPRD Kabupaten Kukar. Dia menduga telah terjadi praktik money laundering yang dilakukan oleh oknum pejabat Pemkab Kukar.
“Untuk meloloskan hasil audit keuangan Pemkab Kukar tahun 2012 itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur diduga terlibat dengan menerima upeti Rp 25 miliar,” katanya. Karena alasan keselamatan jiwanya, dia mewanti-wanti agar Hitam Putih tidak mempublikasikan namanya.
Secara rinci, kepada Hitam Putih, mantan DPRD Kabupaten Kukar dua periode ini menjabarkan kronologis penerimaan dana pendapatan tambahan Rp 1,3 triliun itu.
Dari kronologis yang diterangkan, dana penerimaan tambahan Rp 1,3 triliun berlangsung pada triwulan II antara bulan April sampai Juni 2012. Dana yang berasal dari Pemerintah Pusat tersebut merupakan hasil royalti sektor pertambangan seperti batu bara, minyak bumi, dan kelapa sawit.
Bukti tersebut semakin menguatkan data yang dimiliki tim Hitam Putih. Namun, saat dikonfirmasi ke Ketua Banggar DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, Abidin, dia menolak memberikan keterangan seputar hal tersebut. Ia meminta wartawan Koran ini untuk melakukan konfirmasi ke Bagian Humas Pemkab.
Untuk menggali data demi menguatkan data yang sudah ada, Tim Hitam Putih lalu melakukan konfirmasi ke Kepala Humas Pemkab Kukar, David Harianto.
Namun keterangan yang diterima Hitam Putih sifatnya normatif. Menurut Harianto, dana pendapatan tambahan itu sudah dicatat dalam neraca APBD dan sudah sesuai prosedur.
Hanya saja, Ishak Budul tidak percaya dengan keterangan Harianto. Ishak memandang dari kaca mata hukumnya, bahwa dalam kasus ini muncul unsur dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dia mencermati, pada peraturan perubahan anggaran Pemkab Kukar tidak disebutkan tambahan royalti atau alokasi dari pemerintah pusat.
Pada Peraturan Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 09 Tahun 2012 Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2012 semula berjumlah Rp 5.001.289.810.342,49 bertambah sejumlah Rp 1.925.408.981.917,98 sehingga menjadi Rp 6.926.698.7 92.242,47.
“Untuk PAD terdiri dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang sah lainnya. Pada peraturan perubahan ini, tidak disebutkan dana penerimaan daerah tambahan dari pemerintah pusat sebesar Rp1,3 triliun tersebut,” tegasnya.
Tentunya, ini melanggar beberapa aturan, diantaranya tentang alokasi sementara dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2013, lalu Penerimaaan Pajak Bumi dan Bangunan minyak bumi dan gas bumi tahun anggaran 2012.
Selain itu, beberapa perubahan peraturan sebelumnya adalah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 102/PMK 07/2013 tentang perubahan kedua atas peraturan menteri keuangan nomor 205/PMK.07/2012 tentang alokasi sementara dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan tahun anggaran 2013.
“Apabila kasus tersebut benar terjadi berdasarkan hasil temuan tim wartawan Hitam Putih, negara sangat dirugikan oleh oknum Pejabat Pemda Kukar,” tegasnya. (tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar